TIMES SUMEDANG, JAKARTA – Dalam momentum Hari Santri Nasional 2025 di Masjid An-Nahdloh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Rabu (22/10/2025), menghadirkan nuansa spiritual yang melampaui seremoni tahunan.
Dalam suasana dzikir dan istighasah yang khusyuk, KHR Ach Ahmad Azaim Ibrahimy, Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo meneguhkan pesan penting: NU harus memperkuat gerakan batin di tengah ujian internal dan eksternal yang makin kompleks.
Kegiatan istighasah yang digelar PBNU bersama dzurriyah (keturunan) para muassis NU itu dimulai sejak selepas Magrib. Rangkaian ibadah diawali dengan salat tasbih, dilanjutkan salat hajat, dzikir aurad, dan diakhiri pembacaan Hizbul Basmalah yang dipimpin langsung oleh KHR Ach Azaim Ibrahimy.
Para jamaah yang hadir bukan hanya pengurus PBNU, tetapi juga alumni Pesantren Salafiyah Syafi’iyah dari berbagai daerah: 6 kabupaten di Jawa Timur, sejumlah wilayah Jawa Barat, hingga Bali.
Di balik kesyahduan lantunan doa itu, terselip sebuah gagasan besar yang justru menjadi inti peristiwa ini. Gagasan tentang bagaimana Nahdlatul Ulama menjaga eksistensinya bukan hanya melalui struktur, tetapi melalui ruh perjuangan yang diwariskan para pendiri.
Gagasan Besar dari Situbondo untuk PBNU
Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, secara terbuka menyebut bahwa istighasah bersama dzurriyah muassis NU ini adalah gagasan KHR Azaim Ibrahimy.
“Ini sebetulnya gagasan luar biasa dari Kiai Azaim. Beliau mengusulkan agar istighasah rutin dari dzurriyah muassis dimulai malam ini dengan Situbondo, lalu disusul Bangkalan, Tebuireng, Tambakberas, dan Denanyar seterusnya setiap malam Jumat,” tutur Gus Yahya dalam sambutannya.
Menurutnya, gagasan itu lahir bukan semata untuk melestarikan tradisi, melainkan untuk memperkuat fondasi spiritual di tubuh jam’iyah.
“Tradisi istighasah ini telah hidup dan dijaga istiqamah oleh jamaah NU. Saya yakin inilah yang membuat NU tumbuh dengan cara yang tidak bisa dijelaskan akal sehat,” ujarnya.
Ia menyinggung perjalanan panjang NU yang tetap bertahan melewati berbagai masa dari Orde Lama, pemberontakan G30S/PKI, hingga era modern tanpa kehilangan arah.
“Tak ada kesimpulan rasional mengapa NU terus berkembang. Tapi kita tahu, itu barokah muassis, para kiai, dan jamaah yang tak berhenti beristighasah memohon pertolongan Allah,” tegasnya.

Data terkini yang disampaikan Gus Yahya menegaskan besarnya pengaruh itu. Tahun 2025, tercatat 57,2 persen dari seluruh umat Islam Indonesia mengaku sebagai warga NU angka yang bahkan melampaui batas organisasi keagamaan.
“Bahkan ada non-Muslim yang mengaku pengikut NU,” ujarnya sambil menegaskan bahwa kekuatan NU justru terletak pada nilai kasih sayang dan keikhlasan spiritual para kiai.
KHR Ach Azaim Ibrahimy: Bangun Simpul Batin, Hadapi Ujian Zaman
Dalam tausyiahnya, KHR Ach Azaim Ibrahimy menyampaikan lima poin penting yang menjadi arah gerakan batin NU ke depan.
Pertama, ia menyampaikan rasa syukur dan terima kasih atas izin berkhidmah di kantor PBNU sebagai bentuk tanggung jawab moral dalam mengawal perjalanan khidmah NU di tingkat pusat.
“Kami berharap niat para muassis dalam memberlangsungkan warisan perjuangan ini benar-benar terkawal dengan baik,” ujarnya.
Kedua, ia menegaskan bahwa istighasah rutinan ini bukan peristiwa satu malam.
“Sesuai arahan Ketua Umum PBNU, kegiatan ini akan menjadi agenda rutin. Dimulai dari dzurriyah Situbondo dan berlanjut dengan dzurriyah lain di kantor PBNU,” terang Kiai Azaim.
Poin ketiga yang disampaikannya menjadi sorotan penting. Ia menyinggung adanya “isyarah dari Bangkalan” bahwa NU saat ini tengah menghadapi berbagai ujian internal dan eksternal.

“Kita harus memperkuat simpul gerakan batin, karena dinamika yang berkembang hari ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan pendekatan struktural,” pesannya.
Menurutnya, gerakan batin itu menjadi semacam benteng spiritual yang menjaga keseimbangan jamaah di tengah derasnya arus geopolitik dan wacana global.
Kiai Azaim akrab disapa itu menyinggung bagaimana isu-isu yang tampak di permukaan seperti perdebatan tentang nasab, pesantren, atau tradisi sejatinya berakar pada konteks yang lebih besar: pertarungan geopolitik dan kultural dunia.
“Indonesia menjadi target penjajahan baru lewat penguasaan sumber daya alam. NU sebagai benteng kultural dianggap batu sandungan,” tegasnya.
Riyadhah Nasional dan Seruan Perlawanan Spiritual
Kiai Azaim kemudian menyerukan agar momentum 22 Oktober hingga 10 November dijadikan masa riyadhah khusus.
Ia mengimbau seluruh alumni, simpatisan, dan warga NU untuk mengamalkan ijazah hizib dari Syaikhona Kholil Bangkalan hizib ala pesantren sebagai bentuk doa dan perlawanan spiritual terhadap musuh Islam dan musuh kemanusiaan.
“Ini bukan hanya soal membaca hizib, tapi menjaga kesadaran ruhani bahwa NU berdiri bukan untuk kekuasaan, tapi untuk menjaga peradaban,” ungkapnya.
Pada poin kelima, Kiai Azaim menegaskan keyakinan khas kaum santri: bahwa perjuangan para pendahulu tidak berhenti pada jasad, tetapi terus membersamai umat melalui barakah dan doa ahlul barzakh.
“Kita masih ditemani dan diarahkan oleh mereka. Semoga Allah memberi kita kemampuan dan kesehatan untuk melanjutkan perjuangan ini,” tutupnya.
Momentum Spiritualitas, Bukan Seremoni
Istighasah di Masjid An-Nahdloh PBNU malam itu bukan sekadar peringatan Hari Santri Nasional. Ia menjadi penanda arah baru: bahwa regenerasi NU tidak cukup dengan kaderisasi struktural, tapi harus disertai penguatan energi batin dan spiritualitas jamaah.
Gagasan yang dilahirkan dari Sukorejo, Situbondo, itu kini menemukan panggungnya di jantung PBNU menghubungkan kembali sanad ruhani antara pusat dan pesantren.
KHR Azaim Ibrahimy, dengan ketenangan khasnya, menegaskan pesan yang sederhana tapi dalam: NU tidak bisa dijaga dengan retorika, tetapi dengan dzikir, istiqamah, dan kesadaran sejarah.
Dari majelis dzikir itu, ia menyalakan kembali lentera spiritual yang selama seabad lebih menjadi napas Nahdlatul Ulama: menjaga Indonesia bukan hanya dengan pikiran, tapi juga dengan hati. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Istighosah Dzurriyah Muassis NU, KHR Ach Azaim Ibrahimy Serukan Penguatan Ruhani Hadapi Ujian Zaman
| Pewarta | : Hainor Rahman |
| Editor | : Hainorrahman |