Kopi TIMES

Mudik, Antara Hak dan Kewajiban

Kamis, 29 April 2021 - 18:25
Mudik, Antara Hak dan Kewajiban Beni Nur Cahyadi, Dosen STAIMAS Wonogiri

TIMES SUMEDANG, WONOGIRIDAMPAK urbanisasi menyebabkan sebagian masyarakat di suatu wilayah berpindah daerah ke kota atau kabupaten lain untuk mengais rezeki. Kondisi itu menjadi salah satu penyebab lahirnya tradisi mudik. Kerinduan yang memuncak untuk bertemu keluarga dan sanak famili biasanya direalisasikan bertepatan pada momentum Lebaran.

Sejak Covid-19 mewabah, Pemerintah pada tahun 2020 mencanangkan larangan mudik. Melalui Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) soal larangan mudik 2020 yang berlaku untuk daerah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), zona merah, dan aglomerasinya. Tercatat sudah ada 24 daerah berstatus PSBB. Sebagaimana diketahui, Permenhub Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19 telah berlaku.

Kebijakan Pemerintah itu membuat sebagian warga merasa sedih dan kecewa. Di antara mereka berupaya mematuhi peraturan untuk mencegah penularan Covid-19.

Menjelang Lebaran tahun 2021 ini, Covid belum berakhir. Sampai sekarang, upaya Pemerintah memvaksin warga terus berjalan. Perebutan dan persaingan untuk mendapatkan dosis vaksin di luar negeri tak dapat dielakkan lagi. Begitu pula pengembangan vaksin dalam negeri sendiri yang masih terjadi tarik ulur aturan dan kepentingan

Pada tahun 2021 ini mudik kembali dilarang. Sejatinya, di dalam tradisi mudik terdapat hak-hak yang perlu diketahui terutama oleh para “pelanggan” mudik. Hak-hak pemudik di antaranya menggunakan transportasi umum, kendaraan pribadi hingga hak-hak seseorang saat mengalami kecelakaan lalu lintas. Tentunya siapapun tidak ada yang berharap celaka dan ingin berkumpul dalam suka dengan keluarga. Keinginan masyarakat Indonesia menyambut Idul Fitri di kampung halaman perlu memperhatikan berbagai hal demi kenyamanan, keamanan, dan keselamatan di jalan raya.

Hak-hak masyarakat saat mudik sebenarnya sudah diatur dalam Undang-undang (UU) No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), dan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik terkait standar pelayanan minimal.

Apabila dikaitkan UU, sesungguhnya ada ketentuan konstitusional yang harus diperhatikan dalam hal mudik, pembatasan mudik/pulkam, yaitu aturan yang tertuang dalam UUD Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM. Pasal 27 Ayat 2: Setiap warga negara Indonesia berhak bergerak, meninggalkan dan masuk kembali ke wilayah negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Jadi HAM baik yang tercantum dalam konstitusi UUD 1945, maupun di UU HAM 39 tahun 1999 dapat dibatasi, namun bentuk dalam UU atau sekelas Perpu , bukan peraturan di bawahnya seperti peraturan menteri perhubungan atau semacam surat edaran.

Kewajiban Negara

Di sisi lain, negara harus hadir dalam melindungi warganya sebagaimana di atur di dalam UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pada UU itu mengatur perihal tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, hak dan kewajiban, Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk, penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di wilayah, Dokumen Karantina Kesehatan, sumber daya Kekarantinaan Kesehatan, informasi Kekarantinaan Kesehatan, pembinaan dan pengawasan, penyidikan, dan ketentuan pidana.

Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 dari Satgas Penanganan Covid-19 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Covid-19 Selama Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriah. Kebijakan itu diperketat dengan dikeluarkannya Addendum atas SE Nomor 13 Tahun 2021 tersebut. Pengetatan persyaratan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) dua pekan sebelum dan sepekan setelah masa peniadaan mudik, yakni 22 April-5 Mei 2021 dan 18-24 Mei 2021.

Pemerintah memiliki hak untuk membuat dan melaksanakan peraturan dalam menghadapi pandemi Covid-19. Sedangkan, kewajibannya adalah memperhatikan kesehatan masyarakat dan memberikan bantuan sosial. Memperhatikan kesehatan masyarakat yang dimaksud dalam kondisi ini salah satunya dengan memberikan tes sebanyak-banyaknya kepada seluruh masyarakat. Pada sisi lain, pemerintah berhak membuat dan melakukan penegakan peraturan tersebut dengan berkewajiban memperhatikan kesehatan masyarakat dan mengendalikan wabah serta memberikan bantuan sosial akibat kebijakan pencegahan Covid-19 ini.

Di dalam memenuhi hak masyarakat, Pemerintah harus melakukan pendekatan lintas sektor yang menekankan pada sektor kesehatan masyarakat, manajemen kedaruratan, pengendalian perbatasan, pelabuhan, bandara dan imigrasi serta transportasi.

Keputusan pemerintah ini memang terkesan seperti membatasi hak warganya untuk mudik. Namun, menurut penulis masyarakat Indonesia perlu belajar dari pengalaman negara lain. Seperti di India. Salah satu penyebab tsunami corona yang menjadikan India dalam puncak pandemi baru, di antaranya berawal dari pascaritual keagaaman yang memantik ribuan kasus infeksi Covid-19.

"Lebih seribu orang dinyatakan positif virus corona setelah perayaan ritual mandi bersama di sungai atau Kumbh Mela yang dilaksanakan dalam beberapa hari. Kebanyakan peserta ritual ini tidak menerapkan protokol kesehatan (prokes) saat mandi bersama di Sungai Gangga, India,” sebut The Guardian sesuai perkataan para ahli urologi di Coimbatore.

Semoga kasus yang terjadi di India ini dapat menjadi renungan bersama agar upaya yang dilakukan pemerintah ini bisa disadari. Pemerintah berupaya untuk menjaga dan melindungi warganya. Semua itu dengan harapan agar upaya-upaya yang telah di lakukan bersama tidak sia-sia. Sehingga harapannya mampu keluar dari krisis yang di timbulkan oleh Virus Covid-19 ini. (*)

 

***

* Penulis: Beni Nur Cahyadi, Dosen STAIMAS Wonogiri

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

Pewarta :
Editor : Dody Bayu Prasetyo
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Sumedang just now

Welcome to TIMES Sumedang

TIMES Sumedang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.