Kopi TIMES

Refleksi May Day: Nasib Buruh di Tengah Pandemi

Sabtu, 01 Mei 2021 - 12:31
Refleksi May Day: Nasib Buruh di Tengah Pandemi Kr. Bagas Romualdi, S.Pd, Guru SMA De Britto. Pegiat Gerakan Digital Jangkar Nusantara.

TIMES SUMEDANG, YOGYAKARTA – Pada bulan Juli 1889, Kongres Sosialis Dunia yang diselenggarakan di Paris menetapkan tanggal 1 Mei sebagai hari buruh sedunia atau May Day. Pasca penetapan tersebut, maka sejak tahun 1890 hingga saat ini, tanggal 1 Mei selalu diperingati oleh kaum buruh di berbagai negara.

Secara singkat, peringatan tersebut tak bisa dilepaskan dari gerakan yang diinisiasi oleh kelompok buruh di negara kapitalis seperti Amerika Serikat yang menuntut hak-haknya agar bisa bekerja dengan layak, salah satunya mendapatkan hak atas delapan jam kerja. 

Indonesia sendiri termasuk negara yang memperingati hari buruh sedunia ini. Bahkan, pemerintah Indonesia menjadikan setiap tanggal 1 Mei sebagai hari libur nasional. Dalam keadaan normal (sebelum pandemi), biasanya para buruh akan menggunakan tanggal tersebut untuk menyampaikan aspirasi-aspirasi yang ditujukan baik bagi pemerintah maupun perusahaan dengan langsung turun ke jalan. Namun, tradisi tersebut sejak tahun 2020 dan di tahun 2021 ini sulit untuk diwujudkan karena badai pandemi Covid-19 yang masih terjadi. Pandemi tersebut tidak hanya membuat ruang buruh untuk menyampaikan aspirasi langsung di jalanan menjadi terbatas, namun turut serta berimbas ke perekonomian mereka. 

Akibat pembatasan-pembatasan sosial yang diambil pemerintah dalam rangka menekan penyebaran Covid-19 membuat berbagai jenis usaha gulung tikar, sehingga kaum buruh harus rela kehilangan pekerjaannya. Sebagai gambaran, pada Oktober 2020, Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Badung, Provinsi Bali, mencatat sebanyak 532 perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata tutup akibat pandemi Covid-19. Akibatnya, sebanyak 42.409 pekerja dirumahkan perusahaan dan 1.551 pekerja terkena PHK. Data tersebut belum terangkum dengan imbas Covid-19 di daerah lain seperti Jakarta. Secara umum, menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), Covid-19 memberikan dampak terhadap 14,28 persen penduduk usia kerja, atau 29,12 juta orang dari total populasi 203,97 juta. Angka ini terdiri dari 2,56 juta orang yang menganggur, 0,76 juta orang bukan angkatan kerja (BAK), 1,77 juta orang yang sementara tidak bekerja, dan 24,03 juta orang yang mengalami pengurangan jam kerja.

Efeknya, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mengalami peningkatan dari 5,23 persen (Agustus 2019) menjadi 7,07 persen (Agustus 2020).

Memang, masih ada kelompok pekerja yang beruntung karena tidak ikut menjadi korban PHK. Namun, bukan berarti kondisi perekonomian mereka baik-baik saja. Karena lapangan usaha menjadi paceklik saat pandemi, memaksa pemilik modal untuk memotong upah pekerja. Survei Angkatan Kerja Nasional per Agustus 2020 oleh BPS merilis bahwa rata-rata upah buruh turun 5,20 persen menjadi Rp2,76 juta per bulan. Pada Agustus 2019 rata-rata upah buruh Rp2,91 juta per bulan.

Adapun provinsi dengan penurunan upah buruh tertinggi adalah Bali sebesar 17,91 persen, disusul Kepulauan Bangka Belitung sebesar 16,98 persen dan Nusa Tenggara Barat sebesar 8,95 persen. Sementara itu, provinsi besar seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, upah buruhnya turun masing-masing sebesar 7,48 persen, 4,77 persen, dan 3,87 persen.

Butuh Perhatian Pemerintah

Situasi sulit yang dialami oleh kelompok pekerja harus mendapat perhatian serius dari pemerintah. Serius dalam artian memberi perhatian lebih untuk menyelesaikan persoalan kesejahteraan buruh di tengah pandemi. Memang, dalam sektor pendapatan, sudah ada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2021 tentang pelaksanaan Pengupahan pada Industri Padat Karya Tertentu dalam Masa Pandemi Covid-19 yang memberikan ruang pada sebagian perusahaan untuk melakukan penyesuaian upah pekerja.

Tapi, sebagai catatan, penyesuaian upah tersebut harus dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja. Terlebih, biasanya pekerja biasanya dirugikan ketika ada diskusi soal upah. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil peran sebagai penengah yang mampu mengawasi penyelesaian negoisasi tersebut agar dapat mendorong timbulnya keadilan serta kepastian hukum bagi kedua belah pihak. 

Selain itu, untuk menanggulangi persoalan pengangguran sebagai dampak pandemi, pemerintah perlu lebih selektif dalam menjaring orang-orang yang bisa ikut serta dalam program kartu Prakerja. Keberadaan kartu tersebut pada dasarnya amat bermanfaat karena disamping memberikan "uang" tetapi juga menyediakan layanan pelatihan yang berguna bagi pesertanya untuk semakin mengembangkan keterampilan. Namun, berdasarkan survei terakhir dari BPS pada Agustus 2020, terkuak bahwa sebanyak 66,47 persen penerima program ini statusnya masih 'bekerja', sementara penerima dengan status 'pengangguran' hanya 22,24 persen dan sisanya, 11,29 persen, diisi Bukan Angkatan Kerja (BAK).

Data tersebut mempertegas perlunya pemerintah untuk selalu mengevaluasi program baik itu agar benar-benar tepat sasaran. Selain itu, juga tidak ada salahnya untuk memperluas persyaratan dengan melibatkan data orang yang tidak menerima bansos tunai untuk pegawai dan atau tidak membayar BPJS lagi (stop). Karena bisa saja, mereka adalah kelompok yang sudah tidak bekerja sehingga tidak terdata sebagai penerima bantuan sosial sekaligus tidak mampu untuk membayar iuran BPJS karena ketiadaan penghasilan. Rasanya, itu perlu ditelisik dan dipertimbangkan, di samping ada hal lain yang perlu diperdalam untuk kualifikasi penerima bantuan kartu Prakerja. 

Komitmen untuk mendongkrak kesejahteraan terhadap buruh/pekerja maupun orang yang sulit bekerja harus senantiasa dimiliki oleh pemerintah, terlebih dalam situasi pandemi seperti ini. Berdasarkan data dari Menteri Ketenagakerjaan, jumlah angkatan kerja Indonesia adalah sebanyak 138,2 juta orang. Maka, dengan memfasilitasi kesejahteraan mereka, dapat serta pula membantu pemulihan ekonomi yang terpukul akibat pandemi karena daya beli masyarakat menjadi kuat. 

***

*)Oleh : Kr. Bagas Romualdi, S.Pd, Guru SMA De Britto. Pegiat Gerakan Digital Jangkar Nusantara.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Sumedang just now

Welcome to TIMES Sumedang

TIMES Sumedang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.