TIMES SUMEDANG, JAKARTA – Nia Dinata sutradara film dokumenter Raminten Universe: Life is a Cabarete mengungkap ketertarikannya mengangkat kisah Hamzah Sulaiman.
Nia mengatakan tersebut berawal pada 2017 ketika sebuah majalah mode dan gaya hidup asal Amerika Serikat menampilkan foto-foto busana Raminten Cabaret yang diambil di belakang panggung. Tapi, majalah itu tidak menyebutkan nama Hamzah sebagai pendirinya.
"Waktu itu saya berpikir, apakah ini apropriasi? Mereka jauh-jauh ke Yogyakarta, memotret para ratu kabaret dengan indah, tapi, tidak menuliskan siapa pendirinya. Sebagai orang Indonesia, saya merasa terganggu. Itu tanah saya, Jawa," ujar Nia Dinata saat Saat pemutaran film di Jakarta, dikutip Antara.
Perasaan itulah yang kemudian mendorong dia untuk mendokumentasikan kisah Hamzah melalui film. Dulu, dia belum mengenal Hamzah secara langsung dan hanya sebatas penonton yang menikmati sajian kabaret Raminten.
Namun, rasa “marah” karena ketidakadilan pengakuan karya mendorongnya masuk ke dunia tersebut.
"Sekali lagi, saya ingin kisah Raminten menjadi cermin bahwa di negeri dengan keberagaman seluas ini, inklusivitas bukan hanya wacana, tapi, bisa diwujudkan melalui tindakan sederhana setiap hari," tambahnya.
Film Raminten Universe: Life is a Cabaret" mengangkat sosok Kanjeng Hamzah Sulaiman, pendiri Raminten Cabaret, yang dikenal melalui karyanya dalam seni pertunjukan di Yogyakarta. Film itu tidak hanya menampilkan perjalanan seni Hamzah, tapi, juga pesan universal tentang penerimaan tanpa syarat.
Dokumenter ini menyoroti bagaimana seni dapat menghapus stigma, memberdayakan komunitas terpinggirkan, dan menciptakan ruang aman bagi siapa saja untuk berekspresi.
Film tersebut juga diharapkan bisa menjadi inspirasi sekaligus refleksi tentang pentingnya merawat keberagaman dan inklusivitas di Indonesia.
Untuk film ini Nia Dinata telah menggandeng Kalyana Foundation untuk Jagad'e Raminten. Sedangkan nahkahnya akan digarap oleh Dena Rachman.
Dena Rachman, penulis naskah menyebut Raminten bukan sekadar seniman sejati, namun ia juga turut memperjuangkan inklusivitas dalam kehidupan nyata dengan menciptakan penghidupan yang layak dan berkelanjutan.
"Kami merasa terdorong untuk mengabadikan warisan ini dalam sebuah karya yang dapat terus menginspirasi," tegas Dena. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kekaguman Nia Dinata pada Hamzah Sulaiman, Diungkap Lewat Film Dokumenter Raminten
Pewarta | : Antara |
Editor | : Dhina Chahyanti |